Kejagung Didesak Usut Lagi Perkara Pembelian 15 Pesawat MA60
JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Jaksa Agung Muda Bidang Tindan Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung guna mengusut lagi dugaan korupsi dan atau Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam pembelian 15 unit pesawat MA60.
Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso menyampaikan upaya tersebut wajib dilakukan karena kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar $46,5 juta itu terkatung-katung selama 13 tahun.
"Lembaga pemantau hukum ya kami dapat data. Kemudian sebagai suatu data untuk kepentingan hukum tidak ada salahnya kita angkat kembali. Jadi, semua data yang disampaikan kalau itu terkonfirmasi kita harus angkat kembali," kata Sugeng di Jakarta, Kamis (15/8/2024).
Sugeng mengingatkan Kejagung terhadap masa kedaluwarsa penuntutan kasus ini selama 18 tahun. Sehingga Kejagung harus serius menyelesaikan dugaan korupsi itu sebelum 18 tahun.
"Untuk supaya dugaan permainan patgulipat atau kongkalikong yang dilakukan oleh pengusaha dengan menyalahgunakan kewenangan pejabat itu bisa dibongkar," ujar Sugeng.
"Apalagi ini uang negara kalau dihitung dengan kurs sekarang kerugiannya itu sekitar hampir Rp700 miliar," lanjut Sugeng.
Sugeng menerangkan pada 29 Agustus 2005, di tengah berlangsungnya Joint Commission Meeting Indonesia-China, ada penawaran pembelian pesawat MA60 kepada perusahaan Merpati Nusantara Airlines.
Lalu dilanjutkan dengan penandatanganan MoU pada 2006 antara Merpati Nusantara Airlines dengan Xian Aircraft Industry dari China. Pada tanggal 5 Agustus 2008 dilakukan penandatanganan pembelian 15 unit pesawat MA60 untuk Merpati Nusantara Airlines antara Dirjen Pengelolaan Utang mewakili Pemerintah Indonesia dengan China Exim Bank dengan sistem pengucuran pinjaman yang dijamin pemerintah, dengan kebijakan politik pengalokasian anggaran hanya berdasarkan persetujuan oknum Anggota DPR Komisi IX. Dalam hal dikeluarkannya subsidiary loan agreement atau SLA senilai 200 juta dolar AS.
Sugeng menyebut harga 11,2 juta dolar AS untuk satu unit pesawat MA60 produksi Xian Aircraft Industry itu ternyata tidak memiliki sertifikasi Federation Aviation Asministration (FAA). Ia menduga ada mark up menjadi 14,3 juta dolar AS per unit.
Penggelembungan harga dilakukan dengan skema pembelian yang awalnya B to B (business to business) diubah dan/atau dimanipulasi menjadi G to B (government to business).
"Modus operandi untuk mengamankan uang hasil tindak pidana korupsi dan TPPU sebesar US$46,5 juta dilakukan melalui rekayasa dengan memunculkan broker `boneka` yang dikontruksikan seolah-olah menjadi agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry, yang diperankan oleh MS dengan memakai PT MGGS diduga atas inisiatif AH, pemilik PT IMC PL dan PT IM," ujar Sugeng.
Sugeng menduga uang hasil tindak pidana korupsi tersebut sudah dialihkan atau dibelanjakan mengingat kasus terjadi sangat lama. Diduga uang digunakan untuk membeli barang-barang termasuk floating crane batubara guna disamarkan.
Dari laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), PT MGGS dikenal sebagai agen penjualan 15 unit pesawat Xian Aircraft Industry dari China senilai Rp2,13 triliun atau US$232,443 juta.
Operasional pesawat dari tahun 2007 hingga 2011 disebut mengalami kerugian sebesar Rp56 miliar. Bahkan salah satu pesawat M60 jatuh di perairan Kaimana Papua Barat yang menewaskan 27 penumpang pada 11 Mei 2011.
Dari fakta dan alat bukti yang saling bersesuaian, Sugeng memandang dugaan tindak pidana korupsi dan atau TPPU dalam pembelian 15 unit pesawat MA60 yang pernah diselidiki Kejaksaan sejak 2011 patut diteruskan.
"Kami menuntut agar kasus dugaan tindak pidana korupsi korupsi dan/atau TPPU dalam pembelian 15 Unit pesawat MA60 yang merugikan negara senilai US$46,5 juta tersebut dapat ditindaklanjuti kembali dalam rangka mencegah terjadinya cold case sesuai ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku," ujar Sugeng.