Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yusuf Irfantono

Dulu Rentenir, Kini Pinjol: Pola Lama dalam Wajah Baru

Eduaksi | 2025-04-16 21:54:52
Sumber: Foto pribadi

Di masa lalu, sosok rentenir sangat dikenal di tengah masyarakat Indonesia. Mereka biasanya beroperasi secara langsung datang ke rumah warga, menawarkan pinjaman uang tunai dengan syarat mudah dan cepat cair. Tanpa adanya jaminan, dan tidak memerlukan proses administrasi yang rumit. Tapi di balik kemudahannya, bunga yang diberikan sangat tinggi, bahkan bisa mencapai dua kali lipat dalam waktu singkat. Jika peminjam tak sanggup membayar tepat waktu, ancaman, tekanan, dan intimidasi bisa terjadi kapan saja. Tidak jarang, praktik ini memicu konflik sosial dan trauma psikologis.

Saat ini, praktik seperti itu seolah berganti wajah yang lebih modern. Dengan kemajuan teknologi, masyarakat diperkenalkan pada layanan keuangan digital atau financial technology (fintech). Salah satu bentuk yang paling banyak diminati adalah pinjaman online (pinjol). Pinjaman online (pinjol) mulai populer di Indonesia sekitar tahun 2016. Kehadiran layanan keuangan digital ini memberikan kemudahan akses pembiayaan bagi masyarakat. Pada masa awal kemunculannya, pinjol banyak dimanfaatkan oleh pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang membutuhkan suntikan modal untuk menjalankan usahanya, tanpa harus memberikan jaminan atau agunan seperti pada lembaga keuangan konvensional.

Banyak yang menganggapnya sebagai solusi keuangan yang cepat dan praktis. Hanya dengan ponsel, koneksi internet, dan data pribadi, seseorang bisa mengajukan pinjaman dan langsung menerima uang dalam hitungan menit, tanpa perlu datang ke kantor atau bertemu langsung dengan petugas. Namun, di balik tampilan yang modern dan rapi, pola yang terjadi tidak jauh berbeda dengan praktik rentenir zaman dulu. Pinjol atau Pinjaman Online, khususnya, menggunakan metode yang tidak jauh dari rentenir konvensional, bunga tinggi, tenor singkat, dan metode penagihan yang kasar. Bahkan, dalam beberapa kasus, penagihan dilakukan dengan cara-cara yang melanggar etika dan hukum seperti menyebar informasi pribadi peminjam ke media sosial atau kontak telepon

Perubahan bentuk dari rentenir ke pinjaman online bisa dianggap sebagai evolusi yang berbahaya. Dahulu, praktik rentenir terbatas secara wilayah dan jumlah. Tapi kini, lewat aplikasi, layanan pinjaman ilegal bisa menjangkau seluruh pelosok negeri. Dari kota besar hingga desa terpencil, siapa pun bisa menjadi sasaran empuk. Bahkan, banyak korban pinjol yang awalnya tergoda oleh iklan pinjaman cepat tanpa jaminan, akhirnya harus menanggung beban psikologis karena diteror setiap hari.

Yang menjadi perhatian adalah keterlibatan teknologi yang seharusnya membantu kehidupan masyarakat, justru digunakan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab. Mereka memanfaatkan kelengahan dan kebutuhan masyarakat yang sedang terdesak. Tak jarang, pinjol ilegal meminta akses ke seluruh data di ponsel peminjam. Mulai dari kontak, galeri foto, hingga akun media sosial. Dari sinilah ancaman dan teror bisa bermula.

Pemerintah dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebenarnya telah mengatur keberadaan fintech secara resmi. Fintech legal terdaftar dan diawasi oleh OJK, memiliki batas bunga, metode penagihan yang manusiawi, serta transparansi dalam perjanjian pinjaman. Sayangnya, banyak masyarakat yang tidak bisa membedakan mana pinjol legal dan mana yang ilegal. Data OJK menunjukkan bahwa jumlah pinjol ilegal terus bermunculan setiap tahun, bahkan setelah ratusan aplikasi telah diblokir. Ini menandakan bahwa kesadaran literasi keuangan masyarakat masih rendah, dan masih banyak celah yang dimanfaatkan oleh pelaku pinjol ilegal. Dalam banyak kasus, korban pinjol bahkan tidak membaca syarat dan ketentuan secara detail sebelum mengajukan pinjaman.

Tidak hanya kerugian materi, pinjol ilegal juga menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang cukup dalam. Banyak korban yang merasa tertekan, kehilangan kepercayaan diri, hingga mengalami depresi karena merasa dikejar-kejar utang dengan cara yang tidak manusiawi. Beberapa kasus ekstrem bahkan berakhir tragis, seperti percobaan bunuh diri atau konflik rumah tangga yang disebabkan oleh tekanan dari pinjol. Kondisi ini memperlihatkan bahwa meskipun praktik pinjaman telah masuk ke era digital, nilai-nilai kemanusiaan sering kali terabaikan. Apa bedanya dengan rentenir jika yang terjadi tetap intimidasi, pemerasan, dan tekanan psikologis? Hanya karena tampilannya lebih modern, bukan berarti lebih beretika.

Satu-satunya cara untuk melindungi masyarakat dari jebakan pinjol ilegal adalah dengan meningkatkan literasi keuangan digital. Masyarakat harus dibekali pengetahuan tentang cara mengenali fintech legal, memahami hak sebagai konsumen, dan membiasakan membaca setiap detail perjanjian pinjaman. OJK dan lembaga keuangan lainnya juga harus lebih aktif memberikan edukasi publik yang mudah diakses.

Selain itu, perlu upaya lebih serius dalam penegakan hukum terhadap pinjol ilegal. Tak cukup hanya memblokir aplikasinya pelaku yang terlibat harus ditindak tegas. Teknologi harus digunakan untuk melindungi, bukan menindas. Fenomena pinjol ilegal ini memperlihatkan bahwa substansi tidak selalu mengikuti bentuk. Meski sekarang kita hidup di zaman serba digital, praktik-praktik lama seperti eksploitasi dan pemerasan masih tetap berlangsung, hanya dengan cara yang lebih halus dan terstruktur. Maka, penting bagi masyarakat untuk tidak terbuai oleh kemudahan teknologi, tanpa memahami risikonya.

Dulu, masyarakat kecil sering jadi korban rentenir yang meminjamkan uang dengan syarat yang mudah dan cepat. Sekarang, hal serupa terjadi lagi, namun lewat cara yang lebih modern, pinjaman online ilegal atau pinjol ilegal. Mereka tetap menyasar orang-orang yang sama, masyarakat kecil atau orang yang membutuhkan uang. Justru karena mereka paling butuh bantuan, mereka juga paling gampang dimanfaatkan.

Tawaran pinjol ilegal terlihat mudah, tanpa jaminan, proses cepat, langsung cair. Tapi di balik itu, ada bunga yang mencekik dan ancaman apabila telat membayar. Tidak sedikit yang akhirnya terjebak dalam hutang yang makin hari makin besar, hingga tidak tahu harus bagaimana untuk membayarnya. Banyak juga yang jadi takut karena ditekan terus-menerus oleh penagih utang. Situasi ini membuat orang yang melakukan pinjol menjadi tertekan. Karena itu, penting untuk masyarakat lebih memahami dan waspada, serta pemerintah makin tegas mengatur permasalahan ini.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image