Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Edu Sufistik

Melahirkan Generasi Pemimpin

Agama | 2025-05-01 07:43:30

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie

(Founder Edu Sufistik)

Sebuah bangsa akan tetap tegak ketika mampu membangun sistem kaderisasi kepemimpinan yang kuat. Bangsa seperti ini akan mengalami surplus kepemimpinan. Stok generasi pemimpin mencukupi, bahkan melebihi kebutuhan ruang-ruang kepemimpinan diberbagai sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sebaliknya, sebuah bangsa yang kurang peduli dengan kaderisasi kepemimpinan, maka besar kemungkinannya akan mengalami fase defisit kepemimpinan. Kebutuhan ruang-ruang kepemimpinan tidak mampu dipenuhi. Akhirnya, ruang-ruang tersebut diisi orang-orang yang tidak memiliki integritas dan kompetensi kepemimpinan.

Jika sampai terjadi demikian, secara hitungan matematika sosial, kita bisa memprediksi bangsa tersebut sudah dekat dengan masa kemunduran. Jika kondisinya tidak segera diperbaiki, maka sangat mungkin akan masuk ke fase kehancuran.

Oleh karena itu, agenda penting kita bersama adalah melahirkan generasi pemimpin diberbagai sendi kehidupan, baik pemimpin formal maupun non formal. Pertanyaannya, bagaimana sistem kaderisasi kepemimpinan yang perlu dibangun?

Dalam hal ini, kita perlu menariknya dalam konteks pendidikan. Karena, melahirkan pemimpin tidak bisa instan, melainkan memerlukan proses dan waktu panjang. Dalam konteks inilah, optimalisasi pendidikan sebagai sarana kaderisasi kepemimpinan menjadi pilihan terbaik. Pendidikan kita harus mampu melahirkan pemimpin-pemimpin masa depan.

Bagaimana implementasinya? Setelah guru, komponen terpenting pendidikan adalah kurikulum. Dalam alur logika pendidikan, pertama kita perlu menetapkan standar kompetensi lulusan atau output pendidikan seperti apa yang ingin dihasilkan? Dalam hal ini, sudah dijawab bahwa pendidikan kita ingin melahirkan para pemimpin yang mampu menghadirkan perubahan bagi masyarakat, bangsa, dan negara.

Pertanyaan lanjutannya, bagaimana cara yang ditempuh untuk sampai kepada output pendidikan tersebut? Jawabannya adalah melalui kurikulum. Secara sederhana kurikulum bisa didefinisikan sebagai jalan atau cara yang ditempuh untuk mencapai output pendidikan.

Dalam konteks ini, kurikulum kepemimpinan seperti apa yang mesti dirumuskan sebagai cara atau jalan yang ditempuh untuk mencapai output pendidikan melahirkan generasi pemimpin yang kuat. Dalam hal ini, kita bisa belajar dari kurikulum pendidikan kepemimpinan yang diuraikan dalam surat Yusuf.

Surat Yusuf pada intinya berkisah tentang seorang pemuda yang ditempa sedemikian rupa melalui serangkaian ujian dan cobaan yang menekan jiwa. Satu surat penuh berkisah tentang seorang pemuda tangguh dalam menjalani hidupnya yang berliku-liku, hingga akhirnya Allah memberikan kepemimpinan (tamkin) kepadanya di Mesir.

Maka itu, surat ini mesti menjadi inspirasi kurikulum pendidikan kepemimpinan dalam sekolah-sekolah kita. Setiap guru mesti menghayati dan meresapi substansi dan intisari surat Yusuf. Kemudian, mengekstraksinya menjadi kurikulum pendidikan kepemimpinan sesuai jenjang pendidikan yang diajarnya.

Jika kita perhatikan secara saksama, ada dua episode besar kehidupan Yusuf ‘alaihissalam. Pertama, episode ketika Yusuf mesti menghadapi serangkaian ujian yang mengguncang jiwa dan menguras emosinya. Kedua, episode ketika Yusuf diangkat menjadi seorang rasul dan raja setelah berhasil melalui serangkaian ujian.

Mari kita saksamai satu per satu untuk memetik pelajaran berharga, sebagaimana pesan ayat terakhir surat Yusuf bahwa pada kisah para rasul dan kaum terdahulu terdapat ibrah (pelajaran berharga) bagi ulul albab (para pemilik kualitas hati terdalam).

Episode pertama, menghadapi berbagai ujian dan tantangan hidup. Yusuf ‘alaihissalam dihadapkan pada ujian hidup yang mendera-dera, menguras emosi, dan menekan jiwa. Mula-mula Yusuf dibuang ke sumur. Ironisnya pelakunya adalah saudara-saudaranya sendiri. Yusuf berada di dalam sumur selama tiga hari dua malam. Sendirian. Gelap gulita. Di tengah hutan. Bayangkan betapa terkurasnya emosi Yusuf untuk bisa stabil jiwanya menghadapi ujian ini.

Selesai dari jebakan sumur, Yusuf jatuh dalam ujian lebih pedih. Ia dijual sebagai budak. Pahami dari semula berstatus putra rasul terhormat, terjun bebas menjadi budak yang diperjualbelikan. Betapa Yusuf mesti menata jiwanya dan mengokohkan kesabaran hatinya.

Kemudian, Yusuf dibeli oleh seorang pejabat Mesir dan tinggal di istana megahnya. Ternyata ujian lebih dahsyat bagi seorang pemuda telah siap menggelincirkan imannya. Ketampanan Yusuf telah memesona istri pejabat Mesir itu. Yusuf dijebak dalam sebuah kamar istana dan digoda berbuat nista. Pintu dan jendela terkunci rapat. Di hadapannya seorang perempuan bangsawan cantik jelita merayunya. Bayangkan betapa beratnya godaan yang dihadapi Yusuf sebagai seorang pemuda yang darah mudanya masih bergelora.

Sekali lagi, Yusuf berhasil lulus ujian mega dahsyat itu. Namun, rupanya ujian belum berhenti. Istri pejabat itu membuat konspirasi dengan melibatkan istri-istri pejabat lain agar Yusuf luluh dan mengikuti hasratnya. Kali ini bukan hanya satu perempuan bangsawan cantik jelita, namun beberapa perempuan bangsawan pun terpesona ketampanan Yusuf.

Lagi-lagi Yusuf berhasil menjaga kehormatan dan kesucian dirinya. Ujung dari konspirasi ini Yusuf dijebloskan ke penjara. Yusuf tetap bersabar, bahkan penjara lebih disukainya daripada terus-menerus menghadapi konspirasi istri-istri pejabat Mesir itu.

Allah menetapkan Yusuf telah lulus ujian. Di penjara inilah Yusuf memperoleh wahyu dan diangkat menjadi rasul. Yusuf pun berdakwah di penjara. Hingga tiba masanya raja Mesir bermimpi dan mimpinya ditakwilkan Yusuf dengan bimbingan wahyu. Akhirnya, Yusuf pun dibebaskan dari penjara, dibersihkan nama baiknya, lalu diangkat menjadi menteri keuangan kerajaan Mesir.

Yusuf membuktikan kualitas dirinya dengan prestasi membangun pertanian Mesir hingga bisa melewati masa paceklik selama tujuh tahun. Atas prestasinya itu, Yusuf diangkat menjadi raja Mesir. Inilah fase kedua yang dijalani Yusuf, yaitu menjadi seorang pemimpin di Mesir.

Perhatikan secara saksama, Yusuf menjadi pemimpin di Mesir setelah lulus serangkaian ujian dahsyat. Artinya, bila kita menginginkan murid-murid kita menjadi pemimpin pada masa depan, maka tempalah mereka sebagaimana Allah menempa Yusuf dengan serangkaian ujian dahsyat.

Ketika mula-mula Yusuf menjalani ujian dijebloskan ke dalam sumur, Allah menegaskan dalam surat Yusuf ayat 21, “ Dan demikianlah Kami berikan tamkin (kekuasaan) bagi Yusuf di bumi ”.

Seolah-olah Allah hendak menerangkan, “Wahai Yusuf, sejatinya ujian ini dan ujian-ujian selanjutnya yang akan kau hadapi adalah proses penempaan dirimu agar menjadi pemuda berkualitas yang kelak pantas diberikan amanah kepemimpinan di pundakmu.”

Ketika Yusuf sukses melalui serangkaian ujian itu, pada surat Yusuf ayat 56 Allah kembali menegaskan, “Dan demikianlah Kami berikan tamkin (kekuasaan) bagi Yusuf di bumi ”.

Seolah-olah Allah hendak menegaskan, “Yusuf, karena kau telah lulus ujian dengan baik, maka Aku buktikan janji-Ku kepadamu. Aku berikan kau kepemimpinan dan kekuasaan di bumi karena kau pantas memikulnya.”

Inilah kurikulum pendidikan kepemimpinan yang harus diberikan kepada murid-murid kita. Hadapkan mereka pada berbagai tantangan dan masalah sesuai jenjang pendidikan mereka. Latih mereka untuk terbiasa melakukan problem solving mulai dari permasalahan sederhana dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian, rancanglah rekayasa tantangan dan ujian kehidupan yang semakin kompleks sesuai perkembangan usia mereka. Misalnya, pada jenjang pendidikan SMA, saya pernah merancang program magang desa. Murid-murid SMA secara berkelompok diterjunkan ke desa-desa untuk belajar kehidupan di sana. Mereka melakukan aktivitas bersama para warga desa. Mereka menganalisis permasalahan yang ada di desa itu, kemudian merancang solusi sampai mengeksekusinya secara bertahap.

Latih mereka secara intensif untuk berpikir tajam lewat diskusi analisis atas permasalahan-permasalahan kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu merumuskan solusi pemecahannya. Misalnya, berikan salah satu persoalan bangsa berikut ini kepada mereka, “Tahukah kalian, Indonesia menempati peringkat zkeempat negara dengan kesenjangan sosial yang tinggi dengan rasio 1% penduduk menguasai 49.3% kekayaan nasional.” (Sumber: Credit Suisse Global Wealth Databooks, 2016).

Tantang mereka untuk menganalisis mengapa terjadi seperti itu? Identifikasi penyebab akar masalahnya? Rumuskan alternatif solusinya. Kemudian, minta mereka menuliskannya menjadi artikel opini atau esai dan kirim ke media massa.

Inilah kurikulum pendidikan kepemimpinan Qur’ani. Maka, tugas para guru adalah menurunkannya dalam kurikulum pembelajaran. Lalu, disainlah pembelajarannya secara apik agar murid-murid tertempa spiritual dan mentalnya, sehingga kelak pantas disematkan amanah-amanah besar kepemimpinan di pundak mereka. Dan, mereka mampu menuntaskan amanah kepemimpinan tersebut dengan prestasi gemilang untuk kejayaan agama dan bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image