Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ahmad Awtsaqubillah

Perjuangan Emansipasi Wanita dalam Novel Kehilangan Mestika

Sastra | 2025-05-16 08:36:37
https://pixabay.com/id/photos/gadis-buku-duduk-sendiri-batu-2604837/

Sistem gender yang terpinggirkan tidak mungkin dipertahankan karena dapat semakin meminggirkan wanita karena adanya pola stereotype (pelabelan) terhadap wanita, yang lemah lembut hanya tahu mengatur pekerjaan rumah, sehingga tidak mendapat tempat dalam sistem sosial karena kedudukannya selalu rendah, sehingga tidak bisa tampil sekalipun dalam keluarga, mereka tidak memiliki hak untuk memutuskan karena hanya laki-laki yang berhak memutuskan, pada dasarnya hak prioritas dalam keluarga hanya untuk hak laki- laki, perbedaan ini mencerminkan patriarki yang menciptakan sistem sosial yang sulit di mana wanita sering berada dalam posisi subordinat.

Peran wanita banyak melibatkan hal seperti adat, pakaian, peran, dan kebiasaan, serta tata laku. Namun, seringkali mereka hanya dilihat sebagai pendamping, terbatas oleh pandangan umum tentang kelemahan fisik dan kepekaan emosional. Meskipun wanita dianggap rentan, sebenarnya mereka memiliki peran utama yang dapat diandalkan dalam menyelesaikan masalah.

Banyak dari mereka bahkan bersedia berkorban demi kebutuhan hidup yang kurang. Meskipun jarang mendapat perhatian, mereka mampu menjadi tempat sandaran bagi pasangan, meski lebih sering merasakan lelah dalam hubungan suami istri. Peran mereka seringkali tidak diapresiasi karena dianggap sebagai pemain belakang layar. Pengorbanan yang telah mereka lakukan seringkali tidak dihargai dan tidak diperlakukan dengan adil. Sering kali, mereka mendapat hinaan, makian, dan bahkan siksaan karena tidak dapat memenuhi ekspektasi sebagai wanita yang melayani orang tua atau suami di rumah. Mereka seringkali tidak memperoleh hak yang seharusnya mereka dapatkan atas usaha mereka, dan dipaksa untuk menerima situasi tersebut (Septiani Chairul Nisa, 2023: 43).

Sosok Hamidah dalam novel Kehilangan Mestika digambarkan sebagai orang yang melawan tradisi yang sudah menjadi turun temurun bagi masyarakat setempat. Hal tersebut dibuktikan dalam sebuah kutipan, yang berbunyi: “ Gadis-gadis mesti dipingit, tak boleh kelihatan oleh orang yang bukan sekeluarga lebih- lebih oleh laki-laki. Adat inilah yang lebih dahulu mesti diperangi. Inilah yang kucita-citakan ” (Hamidah, 2011: 18)

Kutipan di atas menggambarkan tokoh Hamidah yang mengatakan bahwa orang-orang di negerinya sangat bodoh dengan pandangannya yang masih sangat kuno dalam memandang kehidupan. Tradisi masyarakat kuno menjadi salah satu kendala dalam proses mendidik perempuan. Citra dari sosok Hamidah menggambarkan sebagai pahlawan perempuan yang berjuang untuk mencapai kebebasan bagi kaum wanita.

Hamidah menginginkan sosok perempuan diberi kebebasan, tanpa adanya kendala untuk melihat kehidupan di luar rumah. Dengan adanya kebebasan bagi kaum perempuan, perempuan dapat dengan bebas mendapatkan hak pendidikan bagi kaum perempuan. Perempuan harus mendapatkan kebebasan atas segala hal, tidak lagi perlu menunggu dinikahi pria untuk bisa mendapatkan kebebasan di luar rumah.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image