ProDEM Keluarkan 11 Rekomendasi Soal Krisis Kedaulatan Rakyat
JAKARTA -- Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM menghasilkan sikap negara Indonesia tengah menderita krisis kedaulatan rakyat. ProDEM mengendus demokrasi semakin melemah.
ProDEM pun mengamati kebebasan berpendapat dan kebebasan pers serta hak berorganisasi telah dibatasi oleh pemerintah. Dampaknya pembungkaman suara rakyat dan penggerusan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi dalam proses-proses politik.
"Selama 10 tahun terakhir telah terjadi praktik-praktik politik dan tata kelola berbangsa dan bernegara yang ugal-ugalan, yang tidak mematuhi kaidah rule of law di mana seharusnya hukum menjadi panglima,” tulis rilis ProDEM pada Rabu (14/8/2024).
ProDEM menilai supremasi hukum sejatinya menjamin tidak ada seorang pun, termasuk pemerintah, yang berada di atas hukum. Hukum mestinya digunakan untuk keadilan dengan menghormati HAM serta ada perlakuan yang sama di depan hukum.
“Semua tindakan pemerintah, institusi negara dan warga negara harus tunduk pada hukum. Namun, justru yang terjadi adalah rule by law, di mana hukum digunakan untuk kepentingan kekuasaan,” tulis ProDEM.
ProDEM memandang pelemahan hukum tersebut tidak hanya berdampak pada individu atau kelompok yang terlibat langsung, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan secara keseluruhan.
“Hal ini tentunya semakin memperburuk situasi ketidakpastian hukum, ketidakadilan bagi rakyat, kemunduran demokrasi serta lemahnya penegakan HAM di Indonesia,” tulis ProDEM.
Terkait hal tersebut, Senator ProDEM menyatakan berbagai kebijakan dan praktik yang ada telah bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, yang seharusnya menjamin keadilan dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM menelurkan rekomendasi aksi sebagai berikut:
Pertama, mendesak kepada semua rakyat Indonesia untuk mendata kejahatan seluruh penyelenggara negara selama mereka berkuasa;
Kedua, mendesak penyelenggara negara untuk menegakkan hukum atau Law Enforcement tanpa pandang bulu (equality before the law);
Ketiga, merevisi semua UU yang antirakyat dan antidemokrasi, seperti UU Omnibus, UU KPK, UU Minerba, UU P2SK serta membatalkan RUU Polri;
Keempat, mengusulkan dibentuknya UU Lembaga Kepresidenan agar fungsi lembaga kepresidenan memiliki batasan, prinsip demokrasi dapat ditegakkan dan sistem meritokrasi dapat dijalankan dalam pengembangan kinerja kenegaraan;
Kelima, menyusun ulang UU Politik (UU Partai Politik, UU Pemilu dan UU MD3);
Keenam, menempatkan Kepolisian di bawah Kemendagri;
Ketujuh, mengelola SDA secara berkeadilan dan berkelanjutan sesuai dengan nilai, dasar dan konstitusi dalam berbangsa dan bernegara;
Kedelapan, melakukan distribusi pengelolaan SDA yang berbasis pada keadilan, kesejahteraan dan kelestarian lingkungan, serta norma dan nilai sosial budaya;
Kesembilan, membentuk hukum dan aturan terkait pengelolaan SDA yang didasarkan pada norma dan nilai berbangsa dan bernegara, serta menerapkan penegakan hukum terkait tanpa pandang bulu;
Kesepuluh, melakukan review tata ruang secara nasional untuk memastikan keseimbangan distribusi SDA yang berkeadilan dan berkelanjutan, tanpa melupakan aspek sosial, budaya dan lingkungan;
Kesebelas, menanamkan pendidikan dan pengembangan karakter dan budaya untuk mencintai dan menghormati lingkungan sejak dini dan menerapkannya di segala bidang kehidupan.
Diketahui inisiator Rembuk Kebangsaan Senator ProDEM di antaranya Effendi Saman, Paskah Irianto, Arwin Lubis, Ultra Syahbunan, Sirra Prayuna, Muchtar Sindang, Standarkiaa Latief, Hakim Hatta, Swary Utami Dewi dan Desyana.