Umum

Bagaimana Pulihkan Kerugian Negara di Kasus Harvey Moeis?

JAKARTA -- Vonis 6,5 tahun terhadap Harvey Moeis oleh hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menuai kritik pedas. Hukuman terdakwa kasus korupsi tata niaga timah di PT Timah Tbk 2019-2022 itu dipandang mencederai rasa keadilan.

Pakar Hukum Tata Kelola Pertambangan Timah, Firdaus Dewilmar mengatakan putusan ini justru menimbulkan banyak pertanyaan di masyarakat, terutama bagi pihak yang dirugikan. Salah satunya PT Timah sebagai BUMN yang menjadi representasi kepentingan negara dan rakyat.

"Putusan ini sangat mencederai rasa keadilan masyarakat. Pengadilan seharusnya memberikan hukuman sebanding dengan kerugian, hal ini penting agar memberikan efek jera, bahwa tidak ada tempat bagi tindakan korupsi dalam sistem yang seharusnya melindungi kepentingan publik," kata Firdaus dalam keterangannya pada Sabtu (28/12/2024).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Firdaus menyebut korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan negara secara langsung. Korupsi ini berdampak luas pada perekonomian serta kesejahteraan masyarakat.

Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengamanatkan hukuman maksimal bagi koruptor. Apalagi jika kerugian negara besar.

"Hukuman ringan yang dijatuhkan menunjukkan lemahnya penegakan hukum dalam kasus ini. Hal ini berpotensi menciptakan preseden buruk dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi," ujar Firdaus.

Firdaus juga menyoroti barang bukti yang dirampas untuk negara. Menurutnya, barang bukti itu mestinya dikembalikan ke negara, dalam hal ini PT Timah.

"Ini merupakan upaya memulihkan kerugian negara," ujar Firdaus.

Firdaus menjelaskan jika barang bukti tidak dikembalikan kepada PT Timah maka sama saja dengan mengabaikan prinsip pemulihan kerugian negara. Firdaus meyakini PT Timah berhak mendapatkan pengembalian aset untuk memastikan bahwa kerugian yang diderita dapat diminimalisir.

"Barang bukti seyogyanya dikembalikan ke PT Timah sebagai representasi negara setidaknya untuk biji timah atau balok timahnya. Karena kalau dirampas untuk negara berarti nanti dilelang. Masak PT Timah beli barang yang memang milik PT Timah," ujar Firdaus.

Firdaus menyebutkan keadilan tidak hanya tentang menghukum pelaku, tetapi juga memulihkan kerugian negara.

"Dalam kasus ini, putusan hakim yang dirasa ringan dan tidak mempertimbangkan pengembalian kerugian negara justru mencederai rasa keadilan masyarakat," ujar Firdaus.

Sebelumnya, Harvey dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama hingga menimbulkan kerugian negara Rp 300 triliun.

"Mengadili, menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang," kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Senin (23/12/2024).

"Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan," sambung hakim.

Hakim juga menghukum Harvey membayar denda Rp 1 miliar. Kalau tak dibayar, maka diganti dengan kurungan 6 bulan. Harvey pun dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar.

Kalau tidak dibayar, maka harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian atau apabila jumlah tidak mencukupi maka diganti hukuman penjara.Harvey dihukum karena bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 ke-1 KUHP.

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image