Presiden Dinilai Perlu Dongkrak Kinerja Ketahanan Pangan di tengah Isu Demurrage
JAKARTA -- Presiden Joko Widodo dinilai perlu mendongkrak kinerja ketahanan pangan di tengah isu demurrage impor beras sebesar Rp294,5 miliar. Salah satu upaya yang bisa ditempuh ialah mengganti Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas).
Hal tersebut dikatakan pakar kebijakan publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah dalam rangka pencopotan Bayu Krisnamurthi sebagai Direktur Utama (Dirut) Perum Bulog di tengah kasus demurrage impor beras Rp 294,5 miliar yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Artinya (Arief Prasetyo Adi harus dicopot dari posisi Kepala Bapanas) kalau memang (ingin) peningkatan kinerja terkait ketahanan pangan. Harus mencari kolaborasi sinergitas itu yang ditujukan antara lembaga-lembaga itu,” kata Trubus dalam keterangannya pada Selasa (10/9/2024).
Trubus tak menampik pencopotan Bayu Krisnamurthi sebagai Dirut Bulog diduga berkaitan erat dengan perkara demurrage impor beras Rp294,5 miliar. Trubus memandang kinerja Bulog di bawah kepemimpinan Bayu Krisnamurthi jauh dari harapan.
“Memang saya lihat ada kaitan (pencopotan Bayu Krisnamurthi dengan mark up impor dan demurrage beras). Belum lagi Bulog selama ini memang kurang transparan kepada publik terkait dengan kebijakan-kebijakan itu untuk diarahkan penguatan ketahanan pangan itu sendiri,” ujar Trubus.
Sebelumnya, Studi Demokrasi Rakyat (SDR) mengadukan skandal demurrage impor beras Rp294,5 miliar ke KPK. Lembaga Antirasuah itu telah berkomunikasi dengan SDR demi mengusut data soal keterlibatan Bapanas-Bulog dalam skandal ini.
KPK menjamin semua proses penanganan kasus, termasuk penyelidikan soal skandal demurrage Rp294,5 miliar dapat dilanjut ke penyidikan. Lembaga Antirasuah dikabarkan mulai melakukan pemanggilan saksi dari Perum Bulog terkait dengan kasus skandal demurrage atau denda impor beras pada Rabu, 21 Agustus 2024. Saksi-saksi tersebut merupakan bawahan yang bekerja di Perum Bulog.
Sementara itu, Kementerian Perindustrian mengungkap terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan Tanjung Perak, Surabaya. Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.