Penegak Hukum Diminta Percepat Penyelidikan Skandal Demurrage Impor Beras
BisnisJAKARTA -- Penegak hukum diminta segera melakukan penyelidikan atas skandal demurrage impor beras sebesar Rp294,5 miliar. Proses ini dipandang bakal membuktikan hadirnya keadilan.
“Dengan menindaklanjuti temuan (demurrage impor beras) ekonomi di bidang pangan itu (harga beras) bisa menjadi stabil lagi, dan pastinya itu akan menjadi bukti nyata keadilan dan berdampak bagi seluruh rakyat Indonesia,” kata Akademisi bidang Hukum Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten Agus Prihartono pada Kamis (1/8/2024).
Agus mengingatkan tugas aparat penegak hukum bukan sekadar mencari fakta hukum. Lebih dari itu, aparat penegak hukum menurutnya bertugas mengembalikan keseimbangan politik dan ekonomi di dalam negeri.
“Jadi aparat penegak hukum bukan hanya berfungsi untuk mencari fakta hukum saja, tetapi untuk mencari keseimbangan politik dan ekonomi dalam arti sekarang (dampak dari demurrage) harga beras naik bagaimana menindaklanjutinya,” ucap Agus.
Agus menyampaikan aparat penegak hukum bisa mempercepat penyelidikan lewat pencarian bukti-bukti lengkap atas skandal tersebut.
“Penegak hukum harus cepat bergerak dengan menindaklanjuti dalam rangka mencari bukti-bukti yang lengkap,” ujar Agus.
Sebelumnya, perkara ini sudah dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh Studi Demokrasi Rakyat (SDR). Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menjadi terlapor dalam perkara ini.
Berdasarkan dokumen hasil riviu sementara Tim Riviu Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri disebutkan ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplit. Kondisi ini menyebabkan biaya demurrage atau denda impor beras Bapanas-Bulog yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumatra Utara, DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Timur.
Akibat tidak proper dan komplitnya dokumen impor dan masalah lainya telah menyebabkan biaya demurrage impor beras Bulog-Bapanas senilai Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, DKI Jakarta Rp94 miliar, dan Jawa Timur Rp 177 miliar.