Soal Skandal Demurrage Impor Beras 294 M, KPK: Semua Proses Sifatnya Rahasia
JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan semua proses penanganan perkara skandal demurrage atau denda impor beras Rp 294,5 miliar bersifat rahasia. Namun, KPK memastikan proses penanganan perkara termasuk penyelidikan terkait skandal ini bisa lanjut ke penyidikan.
Demikian disampaikan Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyampaikan update terkait penanganan perkara skandal demurrage yang dilaporkan Studi Demokrasi Rakyat (SDR). Kasus ini menyeret nama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi.
“(Semua proses) laporan masuk dan penyelidikan (demurrage Rp 294,5 miliar) sifatnya rahasia. Tapi, secara umum periode penanganan perkara di penyelidikan dapat diputuskan dilanjut ke penyidikan,” kata Tessa, Senin (19/8/2024).
Tessa menyebut penyelidikan terkait skandal demurrage ini akan dibuat laporan perkembangannya bila sudah berjalan selama 3 bulan. Tessa mengatakan hal tersebut merupakan kebijakan dari pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK.
“Berdasarkan kebijakan Pimpinan (KPK) setelah dilakukan penyelidikan selama 3 bulan, dibuat laporan perkembangan penyelidikan,” ujar Tessa.
Tessa menambahkan bila masih dibutuhkan waktu untuk mencari bukti-bukti terkait skandal ini maka dilakukan perpanjangan proses penanganan. Perpanjangan proses penanganan perkara bisa memakan waktu hingga satu tahun.
“Bila masih dibutuhkan waktu untuk mencari bukti permulaan yang cukup maka akan dilakukan perpanjangan,” ujar Tessa.
Indikasi tindak pidana dalam skandal demurrage Rp 294,5 miliar telah dilaporkan oleh Studi Rakyat Demokrasi atau SDR pada 3 Juli 2024. Penyelidikan masih dalam proses jika KPK menetapkan waktu tiga bulan. Proses penyelidikan ini akan jatuh tempo pada bulan Oktober 2024 jika acuan waktu 3 bulan.
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian mengungkapkan terdapat 1.600 kontainer dengan nilai demurrage Rp 294,5 miliar berisi beras ilegal yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta dan Tanjung Perak, Surabaya.
Kemenperin menyebut 1.600 kontainer beras itu merupakan bagian dari 26.415 kontainer yang tertahan di dua pelabuhan tersebut.
Keberadaan 1.600 kontainer berisi beras ilegal itu didapat dari data yang diperoleh melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Ribuan kontainer yang tertahan termasuk di dalamnya adalah berisi beras dan belum diketahui aspek legalitasnya.