Ayah Paksa Putrinya Menikahi Seorang Lelaki, Apa Hukumnya dalam Islam?
GENPOP -- Setiap orang tua, apalagi seorang ayah yang punya anak perempuan, tentu menginginkan agar sang putri mendapatkan pria yang sholeh.
Sehingga bisa hidup mengarungi bahtera rumah tangga yang penuh dengan bimbingan atau tuntunan Nabi Muhammad SAW.
Namun apa hukumnya dalam Islam jika orang tua memaksa anak perempuannya menikah dengan seorang lelaki? Apakah ini dibolehkan?
Ustadz Ahmad Zarkasih dalam buku "Kawin Paksa" yang diterbitkan Rumah Fiqih Publishing, memaparkan, jika membahas nikah berdasarkan kitab-kitab madzhab fiqih, maka akan ditemukan istilah "Wilayah Al-Ijbaar" atau otoritas paksa yang dimiliki oleh sang wali atau orang tua kandung.
"Sang ayah boleh menikahkan anak perawannya dengan siapapun itu tanpa ridha sang anak. Dengan kata lain memaksakan anaknya menikah dengan pilihannya walaupun si anak perawan tidak suka," jelasnya.
Penisbatan Wilayah Ijbar ini sangat lekat dengan madzhab Syafii, walaupun Wilayah Ijbar ini sendiri ada di setiap madzhab fiqih dengan kriteria yang berbeda.
Imam Nawawi dari kalangan Madzhab Syafii dalam kitabnya Al-Majmu', menjelaskan ihwal Wilayah Ijbar:
"Sayyidah 'Aisyah meriwayatkan: 'Aku dinikahi oleh Nabi SAW, ketika itu aku berumur 7 tahun. Lalu Nabi SAW mulai menggauliku di umur 9 tahun. Dan sudah diketahui bahwa pernikahan tersebut tidak dengan izin Aisyah karena memang izinnya tidak mempunyai hukum. Itu berarti bapaknyalah yang menikahkannya tanpa izinnya. Karena itu, boleh untuk bapak dan juga kakek memaksakan anaknya untuk menikah, akan tetapi tidak boleh paksaan itu datang selain dari keduanya (ayah dan kakek)."
Ustadz Zarkasih menjelaskan, Wali Ijbar punya hak penuh untuk menentukan siapa laki-laki yang akan menjadi pasangan wanita yang diwalikan. Wanita yang dimaksud adalah yang perawan.
Adapun untuk janda, maka dia sendirilah yang menentukan dan wali ijbar tidak berhak untuk menetapkan.
Hadits riwayat Muslim, menyebutkan "Janda itu lebih berhak atas dirinya dibanding walinya, sedangkan perawan itu diminta izin, dan izinnya itu adalah ketika ia diam (saat ditanya)".
Ustadz Zarkasih mengatakan, perlakuan wali kepada anak gadis dan janda itu berbeda. Inilah yang kemudian menghadirkan sisi perbedaan tugas wali, yaitu wali ijbar dan wali musytarakah. Kedudukan wali musytarakah tidak sekuat wali ijbar.